JAKARTA – Tarif progresif penumpukan peti kemas
impor di Tanjung Priok akhirnya dinaikkan rata-rata hingga 250%. Kebijakan ini
bertujuan untuk ‘memaksa’ pemilik barang tidak berlama-lama menimbun kontainer
di lini satu pelabuhan.
Langkah ini diambil sebagai solusi untuk mengatasi
ketidaklancaran arus barang di Pelabuhan Tanjung Priok akibat banyaknya peti
kemas impor yang menumpuk dan dibiarkan mengendap lama oleh pemilik barang.
General Manager PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II
Cabang Tanjung Priok Ari Henryanto menjelaskan tarif yang dinaikkan adalah
tarif masa progresifnya, dan bukan tarif dasarnya yang tetap mengacu pada
aturan direksi Pelindo II yang diterbitkan 2008.
“Penaikan tarif penumpukan ini sudah disepakati
kemarin [28/1] bersama seluruh pemangku kepentingan di Tanjung Priok. Dengan begitu,
dwelling time di Priok bisa ditekan sehingga arus barang menjadi lancar dan
aktivitas logistik lebih efisien,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (29/1).
Padahal sebelumnya, beberapa asosiasi menentang
rencana Pelindo II menaikkan tarif penumpukan kontainer di area pelabuhan
dengan alasan menimbulkan biaya tinggi logistik.
Sesuai dengan hasil kesepakatan, tarif progresif
penumpukan peti kemas impor untuk jangka waktu 4-10 hari dinaikkan menjadi 500%
dari sebelumnya 200% dari tarif dasar.
Untuk masa penumpukan progresif di atas 11 hari dan
seterusnya, tarifnya naik menjadi 750% dari sebelumnya 400%. Adapun, masa
penumpukan 1-3 hari masih tetap gratis alias tidak dikenai biaya seperti selama
ini.
Saat ini, tarif dasar harian penumpukan peti kemas
ukuran 20 kaki diterapkan Rp. 27.200 per boks sedangkan 40 kaki sebesar Rp.
54.400 per boks. Tarif dasar penumpukan peti kemas di Priok ini mengacu pada SK
Direksi Pelindo II tahun 2008.
Dokumen kesepakatan bersama penaikan tarif itu
ditandatangani direksi Pelindo II, operator terminal peti kemas seperti Jakarta
International Container Terminal (JICT), TPK Koja, Multi Terminal Indonesia,
serta Mustika Alam Lestari.
Selain itu, kesepakatan itu juga disetujui asosiasi
pengguna jasa dan pemilik barang yang diwakili Gabungan Importir Nasional
Seluruh Indonesia (GINSI), Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI), dan
Asosiasi Logistik dan Forwader Indonesia (ALFI) DKI Jakarta. Kesepakatan tersebut
juga diketahui Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok Sahat Simatupang.
DWELLING TIME
Sekretaris Jenderal Gabungan Importir Seluruh
Indonesia (GINSI) Achmad Ridwan Tento mendukung keputusan PT. Pelabuhan
Indonesia II yang menaikkan tarif progresif penumpukan barang di area pelabuhan
sebagai upaya menekan waktu inap kontainer di Tanjung Priok.
Dia memperkirakan dengan kebijakan ini waktu inap
peti kemas (dwelling time) yang saat ini rata-rata mencapai 6,8 hari dapat
dipangkas menjadi rata-rata 3 hari.
Sementara itu, Ketua ALFI DKI Jakarta Sofian Pane
mengatakan apabila dwelling time bisa ditekan, pengiriman barang menggunakan
trailer bisa selesai dalam 1 jam dan kecepatan bongkar muat di dermaga juga
lebih terukur.
Selama ini, lanjutnya, pelabuhan kerap dijadikan
tempat penimbunan padahal idealnya kegiatan penumpukan barang dan peti kemas di
pelabuhan bersifat sementara.
“Pelabuhan seharusnya hanya sebagai tempat transit
bongkar maut. Bukan malah menjadikan lokasi pemanen untuk menimbun barang,”
ujarnya. (k1/Hendra Wibawa/Chandra Purwoko)