JAKARTA, KOMPAS – Industri logistik Indonesia
diperkirakan tumbuh sebesar 14,7% menjadi Rp. 1.816 triliun pada tahun 2014. Pertumbuhan
ini dipicu sektor jasa dan konsumsi rumah tangga. Namun, kesiapan infrastruktur
yang mendukung industri logistik masih jauh dari memuaskan sehingga
dikhawatirkan belum dapat menurunkan ongkos logistik di Indonesia.
Gopal R, Global Vice Presiden , Transportation, and
Logistic Practive di Frost dan Sullivan, mengatakan bahwa pertumbuhan dalam indikator
kunci makroekonomi, seperti produk domestik bruto, pertumbuhan ekonomi, dan
daya beli, akan mendorong konsumsi yang akhirnya meningkatkan nilai dan jumlah
perdagangan serta membantu distribusi barang.
“Pertumbuhan dalam perdagangan internasional akan
mendorong integrasi regional, menghilangkan hambatan perdagangan, dan
meningkatkan angkutan barang yang semakin tinggi sehingga pada akhirnya
menyebabkan peningkatan dalam layanan transportasi. Selain itu, pertumbuhan
kelas menengah juga mengambil peran yang cukup nyata,” kata Gopal di Jakarta
(18/3).
Kondisi ini akan sangat menguntungkan transportasi
laut. Frost dan Sullivan memperkirakan pertumbuhan di industri transportasi
laut akan tumbuh 4,3 persen dengan total volume pengangkutan mencapai 1,04
miliar ton.
Dengan kondisi ini, Pelabuhan Tanjung Priok akan
meningkat kapasitasnya dari 5 juta TEU (ekuivalen 20 kaki unit) per tahun
menjadi 18 juta TEU. Demikian juga dengan kargo yang diangkut dengan kereta api
akan meningkat 8,5 persen dari 23,6 juta ton pada tahun 2013 menjadi 25,5 juta
ton pada tahun 2014.
Sementara itu, Presiden Asosiasi Logistik Indonesia
Zaldy I Masita mengatakan bahwa pertumbuhan logistik yang tinggi jika tidak
ditopang dengan pertumbuhan infrastruktur.
“Bisa dibayangkan jika Pelabuhan Kalibaru yang
berkapasitas 10-12 juta TEU per tahun sudah selesai dibangun, akan seperti apa
macetnya di jalan raya,” kata Zaldy. (ARN)