JAKARTA – Pelaku logistik nasional merespons biasa
kenaikan peringkat Indonesia ke posisi 53 dalam survei Logistics Performance
Index 2014 yang dikeluarkan Bank Dunia dari sebelumnya posisi 59 pada survei
yang sama 2 tahun lalu.
Zaldy Masita, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia
(ALI), mengatakan kenaikan enam tingkat itu masih menempatkan Indonesia kalah
jauh dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura atau bahkan Vietnam.
Laporan Bank Dunia itu menempatkan Singapura di
peringkat 5, Malaysia peringkat 25, dan Thailand peringkat 35. Indonesia hanya
berdekatan dengan Vietnam di peringkat 48.
“Kita hanya lebih baik dari Filipina, Myanmar dan
Laos. Sebenarnya cukup memalukan untuk Indonesia sebagai negara tentangga
terbesar di Asean,” ujarnya, Selasa (1/4).
Dia menilai peningkatan peringkat itu tidak bisa
dijadikan ukuran perbaikan kinerja logistik nasional, khususnya dibandingkan
dengan negara Asean.
Menurutnya, dari enam komponen yang diukur di dalam
Logistics Performance Index (LPI) terdapat masalah paling besar yaitu sektor
pelabuhan. “Karena komponen custom, infrastructure dan internasional shipment
berada di bawah rata-rata LPI,” tuturnya.
Dalam laporan yang diunggah dari laman resmi Bank
Dunia, Indonesia mendapat peringkat 53 dengan persentase rata-rata 66,7%. Indonesia
masih berada di kategori negara survei yang memiliki pendapatan menengah bawah,
bersama negara Asean lain seperti Vietnam.
Pada laporan 2 tahunan itu, Indonesia berhasil
meningkatkan skor rata-rata logistik dari 2,94 menjadi 3,08, sedangkan pada
survei LPI 2010 hanya mencatatkan skor rata-rata 2,76.
Laporan berjudul Connecting to Compete 2014: Trade
Logistics in the Global Economy itu memeringkatkan daya saing logistik 160
negara.
PERKEMBANGAN POSITIF
Bank Dunia mengukur dari berbagai dimensi
perdagangan, termasuk customs performance, kualitas infrastruktur, dan waktu
pengiriman barang. Data itu diperoleh dari survei terhadap 1.000 orang
profesional logistik.
“LPI mencoba menyoroti realitas yang kompleks dari
rantai pasok,” kata Senior Transport Economist and The Founder of the LPI
Project Jean Francois Arvis.
Untuk kategori penghasilan menengah, laporan itu
menyebutkan telah terjadi perkembangan positif, seperti adanya kemajuan pasar
logistik.
Umumnya, negara kategori ini mempunyai spesialisasi
fungsi, seperti transportasi, mitra pengiriman, dan pergudangan.
Dari laporan itu, Indonesia bisa berlega hati karena
Bank Dunia menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia merupakan pihak yang
berkomitmen paling baik bagi perbaikan sistem logistik, karena pembuat
kebijakan memformalkan indeks logistik sebagai acuan.
Sementara itu, Zaldy mengusulkan pemerintah perlu
melakukan pembenahan di sektor pelabuhan, sebagai rantai terlemah hasil survei
sebagai upaya perbaikan peringkat indeks logistik.
“Supaya LPI kita lebih baik di 2 tahun lagi,
seharusnya pemerintah tidak memberikan perpanjangan konsesi lagi pada Pelindo
[PT. Pelabuhan Indonesia I-IV].”
Dia mencontohkan hingga kuartal I/2014, performa
pelabuhan yang dikelola PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II tidak lebih baik
dari Cikarang Dry Port. “Dari sisi dwelling time dan kepastian proses bea dan
cukai dan pada akhirnya biaya logistik keseluruhan di CDP lebih murah daripada
di Tanjung Priok,” ujarnya.