Kemacetan
Ekspor-Impor Jangan Sampai Terulang
JAKARTA, KOMPAS – Menjelang Lebaran, Asosiasi
Logistik Indonesia mengingatkan pihak-pihak terkait agar melakukan sejumlah
persiapan. Hal ini dilakukan agar kemacetan arus barang ekspor impor tak
terulang seperti tahun lalu.
Sementara PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero)
menjamin kemacetan itu tidak terulang karena mereka sudah menerapkan tarif
progresif.
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy
masita mengatakan, kepadatan arus barang di Pelabuhan Tanjung Priok setiap
menjelang puasa dan Lebarang selalu menjadi ancaman bagi memburuknya kinerja
waktu tunggu (dwelling time). Waktu tunggu adalah yang dibutuhkan barang sejak
dari kapal hingga keluar dari pelabuhan.
“Lonjakan barang pasti terjadi saat puasa dan menjelang
haru libur Lebaran. Kenaikan volume barang bisa mencapai 20-30 persen. Jika tidak
ada antisipasi dari sekarang, kongesti pasti terjadi,” kata Zaldy, di Jakarta,
Kamis (24/4).
Pihaknya pesimistis, kemampuan otoritas pelabuhan
ataupun manajemen PT. Pelindo II dapat mengatasi sendiri masalah tersebut. Hal ini
karena kondisi kapasitas dan ketersediaan infrastruktur di pelabuhan
internasional itu masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya.
Zaldy khawatir, jika waktu tunggu di Priok terus
memburuk, citra sistem logistik di Indonesia akan memburuk di dunia
internasional.
“Sudah saatnya, impor ataupun ekspor melalui Tanjung
Priok dialihkan melalui pelabuhan lain agar kegiatan ini tidak menumpuk di satu
pelabuhan.”
Direktur Utama Pelindo II RJ. Lino membabtah
pihaknya tidak siap dalam menghadapi lonjakan arus barang menjelang hari raya
Lebaran.
“Saat ini waktu tunggu hanya 5,5 hari. Angka ini
sangat jauh dari waktu tunggu tahun lalu,” kata Lino.
Menurut dia, Bea dan Cukai yang memegang peranan
sangat penting dalam proses keluar masuk barang juga sudah memperbaiki kinerja.
“Saat ini barang yang masuk jalur merah hanya
tinggal 5 persen. Kalu dulu, barang yang melalui jalur merah mencapai 30 persen
sehingga barang yang harus diperiksa secara teliti lebih banyak,” kata Lino.
Okupansi lapangan peti kemas juga menurun. Saat ini
okupansi lapangan peti kemas hanya 40 persen – 50 persen. Sebelumnya, okupansi
sampai 80-90 persen, bahkan lebih dari 100 persen. “Jika okupansi sudah
mencapai 80 persen, untuk mencari barangnya pun membutuhkan waktu lebih lama,”
ujar Lino.
Rendahnya, okupansi lapangan peti kemas itu terjadi
karena saat ini Pelindo II menaikkan tarif penggunaan lapangan sejak 15 April
lalu. Dari yang semula dua kali menjadi lima kali lipat mulai hari keempat
pemakaian lapangan peti kemas.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Bobby R. Mamahit
juga mengatakan, otoritas pelabuhan juga sudah bersiap. “Persiapan ini bukan
hanya Lebaran, melainkan juga sesuai dengan anjuran Badan Pemeriksa Keuangan
dan ombudsman untuk perbaikan pelayanan kepelabuhan,” ujar Bobby. (ARN)