JAKARTA – Selama semester I/2014, pertumbuhan sektor
logistik nasional menunjukkan tren melambat dibandingkan dengan pertumbuhan
pada periode yang sama 2013 akibat masih banyaknya hambatan yang belum dapat
dituntaskan pemerintah.
Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham
Masita mengatakan selama semester I/2014, pertumbuhan industry logistik secara
umum mencapai 8% dari total target pada tahun ini 15%.
Angka pertumbuhan pada semester I/2014 ternyata
lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pertumbuhan pada periode yang sama
tahun sebelumnya 10%.
Meski demikian, tuturnya, pertumbuhan 8% mampu
didorong oleh permintaan atas barang-barang konsumsi yang ikut memacu
permintaan pada sektor transportasi dan distribusi barang.
Dia mencontohkan untuk ekspor selama semester
I/2014, nilai rata-ratanya mencapai US14,2 miliar. Namun, angka impor juga
cukup tinggi mencapai rata-rata US$ 16,2 miliar. “Angka ini [pertumbuhan] masih
cukup positif tetapi bukan berarti tidak ada masalah yang menghambat,” katanya,
Kamis (3/7).
Dia mengklaim ada keraguan dari mitra usaha di luar
negeri untuk mengekspor dan mengimpor barang dari dan ke Indonesia mengingat
terjadi stagnasi kinerja di Pelabuhan Tanjung Priok karena waktu tunggu bongkar
dan muat atau dwelling time mencapai 7,73 hari. Ini dihitung berdasarkan survei
dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Johanes Sitomurang, Chef Commercial BSA Logistik,
mengatakan secara umum pertumbuhan sektor logistik pada 2014 bisa tumbuh sampai
15%. Namun, perusahaannya hanya menargetkan pertumbuhan selama semester I
sebesar 8%.
“Pada Januari 2014 ada banned batu bara sehingga
kami terkena imbas. Namun, orderan meningkat memasuki Maret-April,” ujarnya.
Kendati pada semester I melambat, Zaldy memprediksi
pada semester berikutnya, pertumbuhan sektor logistik positif asalkan presiden
terpilih bisa segera membenahi berbagai hambatan logistik seperti minimnya
infrastruktur pendukung sarana transportasi baik laut, udara maupun darat.
LEBIH BAIK
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, menurutnya,
penanganan sistem logistik harus lebih baik karena pertumbuhan ekonomi nasional
saat ini hanya ditopang oleh investasi asing dan konsumsi masyarakat.
Tidak hanya itu, pusat perlu menyinkronkan aturan
tentang pungutan di jembatan timbang dengan pemerintah daerah sehingga pelaku
usaha tidak perlu harus membayar setiap memasuki wilayah kabupaten.
“Presiden berikutnya harus melaksanakan [sislognas] secara
konsekuen. Jangan seperti saat ini sislognas hanya baik di tataran Menko
Perekonomian tetapi tidak didukung kementerian lain yang sibuk membuat proyek
sendiri-sendiri,” ujarnya.
Dia mencontohkan rencana pembangunan jalan tol
lintas Sumatra terlalu memboroskan keuangan Negara dan tidak mudah. Pemerintah
seharusnya membangun jalan penghubung yang lebar antara pantai timur dan barat
pulau itu.
Selain itu, pelabuhan-pelabuhan di wilayah itu harus
direvitalisasi karena pelayanan pendek akan menjadi tren pada masa mendatang.
Menurutnya, persoalan infrastruktur yang mendukung
sistem logistic masih menjadi momok bagi pelaku usaha karena menyebabkan
ekonomi berbiaya tinggi.
Oleh karena itu, menurut Zaldy, jika pemerintah
tidak segera membenahi infrastruktur logistik, bisa terjadi bencana
perekonomian lantaran sektor logistik mampu menyumbang 5% dari pertumbuhan
ekonomi nasional.
Presiden berikutnya, katanya, harus mampu membangun
infrastruktur yang menghubungkan wilayah yang tergolong source based dengan wilayah
yang masuk dalam manufacturing based untuk memudahkan pengerakan barang
industri.
Berdasarkan prediksi Frost & Sullivan, bisnis
logistik Tanah Air bakal bertumbuh 14,7% pada 2014 atau mencapai 1.816 triliun
dibandingkan dengan pencapaian 2013 Rp. 1.583 triliun. Hal ini mengingat terus
bertumbunya indsutri jasa serta konsumsi rumah tangga.