Pembangunan jalur ganda kereta api (KA) merupakan
kabar gembira bagi dunia transportasi dan logistic Indonesia. Jalur ganda KA
dari Jakarta-Surabaya memiliki panjang 727 km, terbagi dari lintas utara dan
lintas selatan. Lintas utara terdiri dari empat segmen, yakni Cirebon-Brebes 63
km, Pekalongan-Semarang 90 km, Semarang-Bojonegoro 180 km, dan
Bojonegor-Surabaya 103 km. sedangkan lintas selatan meliputi Cirebon-Larangan,
Purwokerto-Kroya, Kroya-Kutoarjo, Solo-Paron, Paron-Madiun, dan
Madiun-Surabaya.
Manajer Humasda VIII SB PT. Kereta Api Indonesia
(Persero) Sumarsono menyatakan keberadaan jalur ganda Jakarta-Surabaya ini
member dampak positif untuk mengatasi masalah padatnya lalu lintas jalur
pantura dan mengurangi pencemaran udara yang ditimbulkan oleh truk. Lantas,
sejauh mana efektivitas dan efisiensi jalur ganda yang menelan biaya Rp. 10,5
triliun ini?
“Jalur ganda mulai beroperasi pada hari raya.
Keberadaannya akan sangat membatu pelaku bisnis karena saat ini truk dilarang
melintas di pantura,” ucap Sumarsono saat ditemui di kantornya. Tidak bisa
dipungkiri, jalur ganda yang diperuntukkan bagi kereta penumpang maupun barang
ini menghadirkan opsi lebih kepada pengusaha logistik. Sumarsono bahkan
mengklaim kereta api memiliki berbagai kelebihan dibandingkan truk.
Kelebihan pertama dari KA adalah masalah waktu. Rute
Jakarta-Surabaya bisa ditempuh sekitar Sembilan jam dari sebelumnya berkisar 11
jam. Sedangkan waktu tempuh KA barang dari 18,5 jam menjadi sekitar 16 jam. “Waktu
tempuh bisa lebih singkat tiga jam,” tambahnya.
Keberadaan jalu ganda juga akan menambah jumlah
kereta yang melintas di jalur Jakarta-Surabaya menjadi 180 kereta, dari sebelumnya
hanya 90 kereta per hari. Dengan demikian, jumlah penumpang dan barang yang
bisa diangkut juga makin banyak.
Keagresifan PT. KAI ditujukkan dengan rencana
menyambungkan rel ganda hingga masuk ke Teluk Lamong. Hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah pemindahan peti kemas dari kapal. “Rencan itu sedang dibahas di
kementerian, kemungkinan dari Kandangan akan disambungka ke Teluk Lamong,”
ungkapnya.
Rencana masuknya rel ke Teluk Lamong bahkan
disambaut baik oleh Kabag Humas Pelindo III Surabaya, Edi Priyanto. Namun Edi
mengingatkan, Teluk Lamong memiliki sistem eco green port (EGP). “Mestinya
memang demikian, tapi tidak boleh sampai masuk ke area satu, karena kami
menerapkan sistem ramah lingkungan. Jadi dari kapal diangkut dengan truk bahan
bakar gas (BBG), baru dipindah ke KA,” tegasnya.
LEBIH MAHAL?
Optimisme PT. KAI merebut pangsa pasar truk ini
sayangnya belum diimbangi pembangunan fasilitas pendukung yang memadai,
akibatnya kebijakan ini belum berjalan efektif dan efisien. Hal ini diungkapkan
Presiden Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita.
“Pelaku bisnis tentunya menyambut baik adanya jalur
ganda. Sayangnya sarana pendukung sangat minim sehingga keberadaannya masih
belum berjalan optimal,” ujar Zaldy Iham Masita.
Menurutnya, salah satu fasilitas vital yang
seharusnya dimiliki PT. KAI adalah gudang atau logistic centre yang berfungsi
untuk menampung barang dari pabrik. Lokasi logistic centre harus dekat dengan
stasiun. Selama ini banyak pengusaha kesulitan menggunakan KA karena jarak
pabrik atau gudang yang jauh dari stasiun. Jika dipaksakan tentunya
mengakibatkan pembengkakan biaya.
“Pengangkutan menggunakan KA menyebabkan terjadinya
double handling atau dua kali kerja. Kontainer dibawa menggunakan truk, kemudian
dinaikkan ke kereta, setelah sampai tujuan. Sangat tidak efektif dan efisien. Persoalannya
tidak hanya di stasiun, tetapi juga perjalanan dari stasiun ke gudang. Layanan kereta
api ini agak menyulitkan logistik karena layanannya tidak dari pintu ke pintu. Jadi,
biayanya juga tak turun,” tambahnya.
Dampak minimnya logistic centre yang memadai dan
double handling, biaya angkut menggunakan KA yang secara tertulis lebih murah,
justru secara total lebih mahal daripada truk. Contoh rute Jakarta-Surabaya
sekitar Rp. 6 juta – Rp. 6,5 juta, sedangkan dengan truk hanya berkisar Rp. 5
juta/kontainer. “Biaya resminya KA hanya berkisar Rp. 3 juta/kontainer, tapi
biaya lain-lainnya yang besar seperti truk yang membawa kontainer ke stasiun
dan biaya memindahkan barang,” tambahnya.
Ironisnya, tingginya ongkos menggunakan jasa KA
tidak terselesaikan dengan adanya jalur ganda. “Adanya jalur ganda berarti
makin banyak barang yang bisa diangkut. Logikanya, biaya akan turun, tapi
anehnya, PT. KAI justru menaikkan 15%,” tuturnya.
Kurangnya fasilitas pendukung juga berdampak pada
waktu tempuh. Saat ini, Jakarta-Surabaya ditempuh dalam waktu 11-13 jam. Dengan
jalur ganda, bisa ditempuh dalam waktu 8-10 jam. Namun proses kontainer dari pabrik hingga naik ke kereta membutuhkan
proses relatif panjang yang menyita banyak waktu. Akibatnya, proses kontainer dari
pabrik sampai ke tujuan membutuhkan waktu sekitar 60 jam. “Selisih waktunya
hanya sekitar 12 jam dari truk, sangat tidak signifikan. Tentunya lebih banyak
yang tetap menggunakan truk, lebih praktis dan murah,” katanya.
Tingginya biaya dan rumtnya proses pengangkutan
barang menggunakan KA berdampak pada minat pengusaha. Diperkirakan tahun ini
peralihan angkutan logistik dari truk ke KA hanya berkisar 5%. “Lima tahun lagi
mungkin baru bisa terjadi peralihan ke KA sebesar 25%-30%, tapi syaratnya fasilitas penunjang
harus memadai,” tegasnya. Dengan demikian, jalur ganda belum mampu menghapuskan
kedigdayaan truk yang selama ini mengusai 95% angkutan logistik, terutama di
Pulau Jawa.
Kendati Ketua Asosiasi Logistik Indonesia
menyatakan, pelaku industri masih condong menggunakan jasa truk, namun
keberadaan rel ganda tetap menimbulkan keresahan sebagian pengusaha.
Pengusaha muda trucking di Surabaya Jawa Timur, Mas’ad
Zakariah bahkan mengkhawatirkan terjadinya efek domino. “Keberadaan jalur ganda
pasti akan berimbas ke pengusaha truk, khusunya untuk rute jarak jauh. Pabrik
yang dekat dan memiliki akses KA hampir pasti akan beralih menggunakan KA,”
ujarnya.
Pemilik PT. Sinar Surya Sejahtera ini meyakini,
sedikitnya 30% pangsa pasar truk akan beralih ke KA. Truk yang kehilangan muatan
kemungkinan besar akan mencari muatan di pelabuhan, seperti Tanjung Priok.
Melonjaknya jumlah truk yang membutuhkan muatan di
pelabuhan mengakibatkan persaingan yang tidak sehat. “Efek domino yang terjadi
adalah perang harga, asal dapat muatan. Nah, ini yang berbahaya,” tambahnya.
Sementara itu, pemilik PT. Karya Marga yang
berkantor pusat di Probolinggo, Rjahjono Sutjipto tidak menyangkal akan
berkurangnya pasar truk, namun menurutnya truk tetap lebih unggul karena bisa
door to door.
“Rute jarak jauh mingki kalah oleh KA, tapi tidak
untuk rute jarak dekat. Selain itu, truk tetap bisa lebih praktis tinggal
angkut dan sampai tujuan. Tidak mungkin KA mengantar peti kemas ke
masing-masing pabrik kan? Jadi tinggal bagaimana menyiasatinya,” ujarnya.