Muhamad Hilman - Bisnis Indonesia, 30 Mei 2014
Kajian ini, tegasnya, membahas secara komprehensif dasar usulan penaikan hingga dampak tarif baru CHC itu terhadap total biaya logistik secara nasional.
"Kami belum mengisyaratkan [akan naik]. Sekarang masih dikaji sedalam-dalamnya," ujarnya, Rabu (28/5).
Namun, Bobby memaklumi atas usulan PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II untuk menaikkan biaya CHC mengingat besaran tarif itu tidak mengalami kenaikan sejak 2008.
Dia melanjutkan pihaknya tetap berkeinginan jangan sampai penaikan tarif CHC itu justru kontradiktif terhadap rencana besar menurunkan biaya logistik secara nasional.
PT. Pelindo II per April 2014 telah mengusulkan penyesuaian besaran CHC di tiga terminal peti kemas Pelabuhan Tanjung Priok dinaikkan pada tahun ini.
Ketiga terminal itu adalah PT. Jakarta International Container Terminal (JICT) dan Terminal Peti Kemas (TPK) Koja, yang sebagian sahamnya dimiliki Hucthison Port Indonesia (HPI) serta PT. Mustika Alam Lestari (MAL).
PT. Pelindo II mengusulkan CHC peti kemas 20 kaki di tiga terminal itu dinaikkan menjadi US$ 93 per boks dari sebelumnya US$ 83 per boks, sedangkan biaya tambahan (surcharge) menjadi US$ 17 per boks yang sebelumnya US$ 12 per boks.
Biaya CHC merupakan tagihan operator terminal kepada perusahaan pelayaran untuk jasa bongkar muat. Bila CHC ditambah surcharge maka disebut terminal handling charges (THC) yang merupakan total tagihan perusahaan pelayaran kepada pemilik barang untuk menutupi semua biaya operasional di terminal.
Bobby menilai rencana penaikan tarif CHC semestinya diikuti dengan peningkatan mutu pelayanan pelabuhan oleh PT. Pelindo II. Pelayanan itu salah satunya adalah menurunkan waktu inap kontainer di pelabuhan atau dwelling time.
Dia juga menegaskan rencana penaikan itu tidak ada hubungannya dengan agenda pergantian pemerintahan. Penaikan itu diusulkan PT. Pelindo II, sedangkan Kemenhub hanya melakukan kaijan dan mengambil keputusan. "Tidak ada sangkutpaut [pergantian pemerintahan]. Juni bakal ada keputusan karena jawaban usulan," ujarnya.
BIAYA LOGISTIK
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita memprediksi akan terjadi lojakan biaya logistik hingga Rp. 800 miliar jika Kemenhub menyetujui rencana penaikkan tarif CHC sebesar 10%.
Prediksi itu mengacu kepada kapasitas atau throughput Pelabuhan Tanjung Priok yang hampir 7 juta TEUs dan sebagaian besar adalah kegiatan eskpor dan impor.
Usulan penaikan 10%, imbuhnya, akan meningkatkan biaya logistik sebesar Rp. 800 miliar pada tahun ini, bahkan meningkat menjadi Rp. 1 triliun pada 2016.
"Kenaikan biaya logistik ini tidak kecil apalagi posisi Indonesia sebagai salah satu negara yang paling boros biaya logistiknya," katanya.
Dia berharap semua pihak yang berkomitmen menekan biaya logistik harus berusaha tidak menaikkan biaya logistik sekecil apapun.
Zaldy meminta Kemenhub memerhatikan kenaikan biaya logistik yang dipicu penaikan CHC yang pada gilirannya berpengaruh ke masyarakat luas.
Kenaikan CHC, imbuhnya, hanya menambah keuntungan operator pelabuhan tapi menjadikan daya saing ekonomi Indonesia terpuruk.
Di sisi lain, ALI meminta pemerintah segera mengubah penggunaan mata uang dolar AS ke rupiah dalam transaksi CHC. "Sangat aneh kalau Indonesia masih memakai US$ dibandingkan negara tetangga yang memakai mata uang lokal," ujarnya.
Borosnya biaya logistik di Indonesia, paparnya, dimulai dari pabrik sampai ke pelabuhan dengan banyaknya pungutan liar, kemacetan, hingga lambatnya proses penanganan peti kemas di pelabuhan.
Dia menilai pemerintah seharusnya melakukan moratorium kenaikan biaya logistik sekecil apapun untuk menurunkan biaya logistik secara signifikan.
Dalam Perpres No. 26/2012 tentang Sistem Logistik Nasional (Sislognas) menargetkan pengurangan biaya logistik hingga 5% sehingga perlu dukungan semua pihak termasuk dari operator pelabuhan.
Untuk membantu menurunkan biaya logistik, sambungnya, pemerintah harus menekan tarif di pelabuhan, khususnya Pelabuhan Tanjung Priok dan memaksimalkan fungsi pelabuhan darat atau dry port di Cikatang.